Warta

Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Soroti Dampak Viral Kasus Guru: Hukum Tak Bisa Berdasar Persepsi

KABARBORNEO.ID – Fenomena penyebaran informasi di media sosial yang begitu cepat kini ikut mempengaruhi cara masyarakat menyikapi persoalan hukum, termasuk di lingkungan pendidikan. Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, M. Novan Syahronny Pasie, angkat bicara terkait maraknya kasus guru yang menjadi korban viral sebelum kebenaran hukumnya terungkap.

Novan menilai bahwa masyarakat saat ini cenderung terlalu cepat memviralkan suatu peristiwa tanpa menelusuri akar persoalan atau menunggu hasil proses hukum yang sah. Hal ini berisiko menimbulkan sanksi sosial yang tidak adil, khususnya bagi para tenaga pendidik.

“Kita harus tahu dulu duduk perkaranya secara utuh. Jangan sampai suatu kejadian langsung diviralkan tanpa klarifikasi yang benar. Ini bisa menghancurkan nama baik orang yang belum tentu bersalah,” ujar Novan saat ditemui di Gedung DPRD Samarinda.

Ia menekankan bahwa yang berhak menentukan seseorang bersalah atau tidak hanyalah aparat penegak hukum, bukan opini publik yang terbentuk dari konten viral di media sosial. Menurutnya, persepsi setiap orang bisa berbeda-beda, dan jika persepsi yang dijadikan dasar, keadilan akan kabur.

BACA JUGA :  Baharuddin Muin Ingatkan Masyarakat Taat Bayar Pajak

“Kalau kasus belum jelas, tapi sudah viral, yang kena itu sanksi sosial. Itu bisa berdampak pada psikologis para guru, bahkan bisa menghambat mereka dalam menjalankan tugasnya,” tambahnya.

Novan juga menyinggung salah satu video yang beredar luas, memperlihatkan seorang guru yang tampak membiarkan perilaku negatif siswanya. Ia menilai video itu adalah bentuk ekspresi frustrasi dari guru yang kini merasa terbelenggu oleh ketakutan disalahkan secara hukum.

“Itu bentuk protes diam. Banyak guru sekarang takut menegur, takut malah dilaporkan. Ini yang harus kita pahami bersama,” jelasnya.

Ia pun mengajak masyarakat agar lebih bijak dalam menyikapi informasi hukum. Menurutnya, keadilan tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan viralitas, tetapi harus bersandar pada proses hukum yang objektif dan resmi.

“Kita semua harus sadar, bahwa kebenaran hukum bukan soal siapa yang paling cepat viral, tapi siapa yang memiliki bukti dan fakta sesuai aturan,” pungkas Novan.(adv)

Related Articles

Back to top button