Indonesia Jangkar Asia Pasifik di Masa Depan
Oleh Rendy Rizaldy Putra, S. Pd
Sekretaris DPC GMNI Yogyakarta
Letak geografis memiliki perang kunci dalam menentukan seberapa penting dan seberapa strategis sebuah negara dalam percaturan politik internasional. Robert D. Kaplan memberikan ilustrasi bahwa negara-negara yang menjadi penguasa dunia biasanya memiliki letak geografis yang sangat strategis. Ia mencontohkan Iran, China dan Rusia memiliki daya tahan terhadap ancaman negara asing karena secara geografis negara ini dikelilingi oleh gunung-gunung dan bukit terjal.
Turki adalah juga contoh unik untuk menjelaskan bagaimana sebuah negara mampu memainkan peran strategis letak geografis mereka. Turki merasa beruntung memiliki negara yang terletak di antara kekuatan penting dunia. Contoh paling tepat untuk menggambarkan posisi Turki bisa dilihat dari keberhasilan mereka menjadi penghubung antara kawasan Asia dengan Eropa, seperti dalam hal suplai energy dari Azerbaijan, proyek prestisius yang disebut sebagai Baku Tblisi Ceyhan(BTC) itu mengalirkan minyak dan gas alam dari kota Baku menuju Ceyhan untuk kemudian disalurkan ke negara-negara Eropa.
Proyek penyaluran gas dengan pipa sepanjang 1.800 kilometer itu merupakan proyek prestisius antara tiga pemerintah Turki-Georgia-Azerbaijan dengan dukungan dari Uni Eropa dan lobi dalam jangka waktu yang lama pemerintah Amerika (National Geographic, 2011), di satu sisi Azerbaijan merupakan salah satu negara penghasil gas alam terbesar di dunia, di sisi lain negara ini memerlukan tujuan ekspor yang lebih luas dan harus bersaing dengan negara penghasil gas di Asia Tengah; di satu sisi Turki memiliki kebutuhan energy yang sangat besar untuk menunjang proses industrialisasi yang sedang berlangsung secara massif, di sisi lain Turki telah melakukan kerjasama dengan hampir semua produsen energy fosil mulai dari Iran, Irak, dan tentu saja Azerbaijan sehingga mengalami kelebihan sumber.
Oleh karena itu opsi pengaliran gas lewat pipa yang melewati tiga negara sekaligus adalah cara “cerdik” Turki, Georgia dan Azerbaijan dalam melihat pangsa pasar yang begitu besar di benua Eropa. Kehadiran suplai gas dari Turki tentu saja menjadi kabar baik bagi negara-negara Eropa yang sejak satu dekade terakhir sangat tergantung dari suplai gas Rusia, padahal antara negara-negara Uni Eropa terdapat perbedaan pandangan dalam menghadapi isu internasional. Situasi seperti ini tentu saja menjadi kemenangan tersendiri buat Turki sebab mereka mampu meraih manfaat ganda sekaligus: menaikkan daya tawar di hadapan Uni Eropa sekaligus aliansi NATO dan mendapat proft dari proyek penyaluran pipa asal Azerbaijan. Dalam pepatah Turki sangat terkenal ungkapan “dengan satu batu, dua burung” jika diadaptasi akan menjadi menembak dua burung dengan satu peluru.
Indonesia sendiri berada di persimpangan kawasan Asia Pasifk dan merupakan salah satu negara yang di atasnya melintas garis ekuator dunia, sehingga negara ini mendapat pancaran sinar matahari sepanjang tahun, oleh karena itu bagi Indonesia tidak susah untuk mengembangkan sumber daya energy berbasis sumber matahari. Letak Indonesia yang menghubungkan Samudra Hindia dan Pasifik juga sekaligus menempatkan Indonesia sebagai satu-satunya negara yang bisa mengklaim memiliki wilayah laut paling panjang di dunia disertai dengan hak-hak untuk mengekplorasi hasil laut kawasan tersebut.
Konvensi Juanda yang disahkan masyarakat internasional sebetulnya menjadi titik balik untuk menyebut bahwa Indonesia merupakan salah satu entitas terpenting di muka bumi karena dikelilingi laut dan kekayaan alam yang melimpah. Dengan bahasa sederhana Indonesia dengan iklim tropisnya dan letaknya yang strategis memungkinkan negara ini untuk bisa bertahan tanpa bergantung dari negara lain. Sementara dari sisi geo-strategi, Indonesia bisa menjadi jangkar bagi stabilitas dunia terutama di kawasan Asia Pasifik. (Redaksi Kabarborneo.id)