Muhammad Samsun Jabarkan Poin Penting di RTRW Kaltim 2022-2042
KABARBORNEO.ID – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) tahun 2022-2042 telah resmi menjadi Perda.Rapat Paripurna ke-11 Masa Sidang Pertama Tahun 2023 DPRD Kaltim, pada Selasa (28/3/2023) lalu.
Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun mengungkapkan dalam revisi Perda RTRW 2022-2042 kali ini, salah satu yang menjadi poin penting yakni adanya penambahan luas lahan pertanian dan kawasan hijau di Provinsi Kaltim.
“Ada beberapa perluasan, kemudian juga ada kawasan hijau yang ditambahkan. Nah, untuk angka tepatnya, saya tidak ingat. Tapi yang pasti, di daerah yang dominan dengan sektor pertanian itu memang ada penambahan,” kata Muhammad Samsun, pada Senin (3/3/2023)
Menurut politisi PDI Perjuangan ini, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Barat termasuk daerah yang mendapat perluasan lahan pertanian.
“Jadi di dua daerah itu ada peningkatan wilayah fungsional pertanian dan perkebunan,” ujarnya.
Muhammad Samsun menjelaskan bahwa tujuan dari perluasan lahan pertanian ini adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan di Provinsi Kaltim. Namun, ia juga menyoroti bahwa lahan pertanian bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan produktivitas sektor pertanian.
“Sebenarnya saat ini untuk lahan tidak menjadi masalah. Lahan pertanian kita cukup. Hanya saja, kebijakan di sektor pertanian yang diperlukan saat ini adalah peningkatan dan akses-akses produksi,” tuturnya.
Ia mencontohkan beberapa aspek yang perlu ditingkatkan dalam sektor pertanian, seperti sumber daya manusia (SDM), irigasi, dan mekanisasi. Ia mengkritik bahwa pemerintah belum memiliki blue print yang jelas untuk mengembangkan sektor pertanian di Kaltim.
“Tidak jelas arahnya kemana. Itupun tidak dibangun irigasi, belum ada keseriusan,” tandasnya.
Selain penambahan lahan pertanian dan kawasan hijau, Muhammad Samsun juga menyebut ada hal menarik lainnya dalam perubahan RTRW 2022-2042. Yakni, adanya alih fungsi lahan dan hutan lindung yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi eksisting.
Bahkan, ada wilayah yang secara eksisting itu dikuasai dan memang difungsikan untuk kepentingan masyarakat. Namun secara fungsi lahannya justru dijadikan wilayah-wilayah yang masuk dalam kategori hutan lindung.
“Ada beberapa jenis hutan yang tidak boleh dirambah seperti hutan lindung. Nyatanya di sana, ada masyarakat yang memanfaatkannya. Nah ini kita sarankan untuk dijadikan HPL saja, yakni Wilayah Penggunaan Lain (WPL),” tegasnya.
Maksudnya, masyarakat bisa menggunakan lahan tersebut tapi dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih dulu. “Mereka harus ada kelompok tani, cagar budaya atau hutan sosial. Yang penting, ada yang bisa diproduktifkan oleh rakyat. Daripada sekedar status hutan lindung tapi tidak ada apa-apanya,” terangnya. (ADV/DISKOMINFOKALTIM)