Peristiwa

Akibat Tambang Batu Bara di Seputaran Bendungan Benanga Samarinda, Daerah Resapan Air Semakin Menyempit

KABARBORNEO.ID, SAMARINDA -Bendungan Lempake atau dikenal dengan Waduk Benanga kini memiliki Kapasitas tampungan air di bendungan sebanyak 1,6 juta meter kubik air tersisa sepertiganya saja, sekarang tersisa 500 ribu kubik meter, Mengingat Daerah Utara Samarinda sejatinya menjadi resapan air dan ruang terbuka hijau (RTH) . Namun di jadikan aktivitas pengerukan batu bara.

“Aktivitas pengerukan batu bara yang mengelilingi wilayah Utara Samarinda sejatinya tidak boleh terjadi.”
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda, Nurrahmani melalui telpon selulernya Rabu (10/2/2021) sore tadi.

Kata Yama, sapaan karib Nurrahmani, pelarangan aktivitas pengupasan lahan di utara, tepatnya yang mengepung Bendungan Benanga, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara bisa menimbulkan bencana banjir.

“Daerah utara itu seharusnya tidak ada kupasan lahan karena masuk resapan,” seru Yama.

Sebab pada tahun sebelumnya, kata Yama, Wali Kota Samarinda, Syahrie Jaang telah mengeluarkan larangan tersebut yang kemudian ditindaklanjuti dengan kajian yang dilakukan DLH Samarinda.

“Itu juga permintaan Pak Wali Kota. Kami melakukan kajian KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) dan daya tampung, daya dukung, dan hasilnya memang seharusnya tidak ada bukaan lagi. Bahkan BWS itu memperluas waduk itu kan. Itu daerah seksi lah untuk resapan air,” bebernya.

BACA JUGA :  Kasus Covid-19 Kota Samarinda  Menurun, Andi Harun Gencar Lakukan Operasi Yusdisi

Saat dikonfirmasi mengenai adanya aktivitas pengerukan batu bara berkedok pematangan lahan di Jalan Joyo Mulyo II, RT 38, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, tepatnya hanya berjarak ratusan meter dari Bendungan Benanga, Yama mengaku belum mengetahui pasti.

Apabila nantinya terdapat pelanggaran, maka tanpa segan Yama akan memberi sanksi kepada para pemilik kerukan batu bara berkedok pematangan lahan tersebut mengingat lokasinya tidak begitu jauh dari bendungan benanga.

“Kami cek dulu, kalau pelanggaran perizinannya maka akan kami koordinasikan kepihak terkait, seperti esdm atau Dinas Pertanahan. Tapi kalau dampak lingkungannya tentu kami yang akan bertindak,” tegas Yama.

Jika diketahui aktivitas itu berdampak pada lingkungan, minimal DLH Samarinda akan meminta pertanggung jawaban pengembalian kerugian dengan memperbaiki yang telah dirusak.

“Kalau misalnya di sungai gitu, ya kami minta penurapan atau dibedeng. Selain itu, kami juga pasti akan lakukan koordinasi pertanggungjawaban ke dinas terkait, seperti Satpol PP, Dinas PUPR, Pertanahan dan ESDM,” pungkasnya. (redaksi Kabarborneo)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button