Jurnalis Kaltim Kecam Isu SARA, Pejabat Publik Jadi Sorotan

KABARBORNEO.ID – Maraknya informasi di media sosial belakangan ini membuat ruang digital kian rentan jadi ajang pertikaian. Apalagi, unggahan bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) berpotensi mengancam keberagaman.
Hal ini disampaikan Solidaritas Wartawan Kaltim (SWK) menyusul ramainya unggahan di sejumlah akun media sosial yang menampilkan dua anggota dewan berinisial AG dan AF bersama AA setelah melapor ke Polda Kaltim terkait dugaan doxing oleh B.
Puluhan jurnalis yang tergabung dalam SWK meminta pejabat publik lebih berhati-hati dalam berucap di ruang digital serta menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
“Pejabat publik yang sedang berperkara sebaiknya berbicara sesuai prosedur hukum, tanpa mendahului proses itu sendiri,” ujar Oktavianus, perwakilan SWK dalam konferensi pers di Kafe Kopi Pian, Samarinda, Kamis (9/10/2025).
Menurut SWK, pernyataan dua anggota dewan tersebut justru melebar ke isu di luar substansi perkara yang ditangani aparat penegak hukum. Mereka juga menyoroti adanya pihak lain yang ikut berkomentar hingga memperkeruh suasana.
“Kita hormati proses hukum yang berjalan. Jangan terburu-buru menghakimi atau membentuk opini publik sebelum ada keputusan resmi,” tegas Faisal, anggota SWK.
Aliansi wartawan ini juga mengingatkan rekan jurnalis dan pengguna media sosial agar tetap berpegang pada kode etik jurnalistik, menjaga keseimbangan pemberitaan, serta menguji kebenaran informasi sebelum menyebarkannya.
“Kami tidak masuk dalam ranah hukum para pihak, tapi ingin menegaskan pentingnya tanggung jawab bersama sebagai pilar keempat demokrasi,” lanjut Oktavianus.
SWK menilai konflik bernuansa SARA di media sosial yang melibatkan pejabat publik bisa berdampak serius terhadap kondusivitas daerah, terutama jika disebarkan oleh akun dengan banyak pengikut.
“Hal-hal yang bisa memicu reaksi besar di masyarakat seharusnya diantisipasi dengan kedewasaan,” ujar Anjas, anggota SWK.
Lebih jauh, SWK juga menyerukan agar para wakil rakyat lebih fokus mencari solusi atas persoalan anggaran dan kepentingan masyarakat, ketimbang sibuk berdebat di media sosial.
“Daripada ribut di medsos, lebih baik gunakan platform itu untuk membantu masyarakat,” tegasnya.
Menutup konferensi pers, Oktavianus kembali menekankan pentingnya etika, profesionalisme, dan tanggung jawab moral pejabat publik maupun jurnalis dalam menjaga stabilitas sosial serta kepercayaan masyarakat.
“Jangan sampai kita lalai atas tanggung jawab sebagai pilar keempat demokrasi,” pungkasnya. (*)