Peristiwa

Hukuman AGM dan Nur Afifah, Vonis 4 Sampai 5 Tahun Penjara, Denda Rp 300 Juta Hingga Pencabutan Hak Politik

KABARBORNEO.ID, SAMARINDA – Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda telah mengeluarkan putusan resmi terhadap kasus korupsi eks Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Masud dan Nur Afifah Balgis (Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan), pada Senin (26/9/2022).

Putusan ini dibacakan dalam agenda sidang pembacaan putusan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Jemmy Tanjung Utama dan Hariyanto serta Fauzi Ibrahim sebagai Hakim Anggota.

Keduanya, terdakwa AGM dan Nur Afifah Balgis divonis 4 sampai 5 tahun penjara oleh Majelis Hakim.

Dalam amar putusannya, Ketua Majelis hakim menerangkan kalau terdakwa AGM dan Nur Afifah Balgis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

“Terdakwa satu (AGM) dan dua (Nur Afifah Balgis) secara terang meyakinkan bersalah. Menjatuhkan pidana 5 tahun 6 bulan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan pada terdakwa satu. Dan menjatuhkan putusan 4 tahun 6 bulan serta denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan kepada terdakwa dua (Nur Afifah Balgis),” jelas Ketua Majelis Hakim di dalam ruang persidangan.

Tak berhenti sampai di situ, Jemmy Tanjung Utama yang memimpin persidangan daring tersebut juga menerangkan pidana tambahan kepada terdakwa AGM berupa uang pengganti (UP) senilai Rp 5,7 miliar.

“Uang pengganti akan diambil dari harta benda terdakwa, dan jika tidak mencukupi akan diganti dengan subsider 3 tahun 6 bulan kurungan,” tegas Ketua Majelis Hakim.

Selain UP dan pidana pokok, mantan orang nomor satu di Kabupaten PPU itu juga dikenakan pidana tambahan lainnya berupa pencabutan hak politiknya untuk dipilih.

“Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih selama 3 tahun 6 bulan pasca pidana pokok dijalani terdakwa,” tambahnya.

Mendengar putusan Majelis Hakim, tampak di dalam layar sambungan persidangan, AGM menutupi wajahnya dengan gestur badan yang lesu dan memelas.

“Setelah pembacaan ini, masing-masing pihak diberikan kesempatan untuk menerima (amar putusan), pikir-pikir selama 7 hari kedepan, atau banding dalam kurun waktu 14 hari setelah pembacaan ini,” tutup Jemmy.

Sementara itu, mendengar putusan Majelis Hakim, kuasa hukum AGM dan Nur Afifah Balgis memilih untuk pikir-pikir.

“Kalau secara pribadi kami akan melakukan banding. Tapi kami akan konsultasi dulu dengan terdakwa (AGM dan Nur Afifah Balgis). Kami akan berangkat langsung ke Jakarta (hari ini) untuk memberikan masukan dan pertimbangan terkait hasil dari persidangan hari ini,” singkat Arsyad Kuasa Hukum terdakwa yang dijumpai usai persidangan.

Tak berbeda dengan jawaban terdakwa, para Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pasalnya juga memilih pikir-pikir dengan putusan majelis hakim.

“Kami akan bawa dulu hasilnya kepimpinan seperti apa. Terlepas dari itu (amar putusan), pertimbangan hakim sangat kami apresiasi. Karena pertimbangan yang kami sampaikan dituangkan dalam putusan fakta persidangan. Meskipun ada potongan putusan hukuman. Begitupun dengan tuntutan dipilihnya (kami awalnya menuntut 5 tahun dijadikan 3 tahun). Ya apapun hasilnya akan kami sampaikan kepimpinan terlebih dulu,” pungkasnya.

BACA JUGA :  Walikota balikpapan jadi Responden Pertama dalam pelaksanaan Pendataan Keluarga yang dilakukan Tim BKKBN

Hingga berita ini diturunkan, Majelis Hakim baru memutus perkara AGM dan Nur Afifah Balgis, sedangkan terdakwa Jusman, Edi Hasmoro dan Mulyadi akan kembali dilanjutkan pada Senin (26/9/2022) malam ini, pukul 19.30 Wita dengan agenda yang sama.

Dilansir dari media Vonis.id, kasus rasuah AGM bersama empat koleganya itu terkait kegiatan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten PPU, Kalimantan Timur tahun 2021-2022 dengan dakwaan seluruhnya mencapai Rp 5.700.000.000.

Dalam persidangan lalu pada Selasa (23/8/2022), JPU KPK membacakan amar tuntutannya. Pertama meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana 5 hingga 8 tahun penjara kepada para terdakwa beserta denda Rp 300 juta.

“Tuntutan kami bagi ke dalam dua berkas perkara. Jadi untuk AGM kami tuntut 8 tahun penjara, dan Nur Afifah 6 tahun 5 bulan penjara. Sedangkan Mulyadi kami tuntut 6 tahun, Edi Hasmoro 6 tahun dan Jusman 5 tahun penjara,” ucap Ferdian Adi Nugroho,

JPU KPK dalam ruang persidangan.
Dalam amar tuntutannya, terdakwa AGM diancam dengan 8 tahun kurungan penjara, JPU KPK juga menambahkan agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan badan.

“Juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa AGM berupa membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 4.179.200.000, serta menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terdakwa menjalani pidana pokoknya,” tegasnya.

Setelah membacakan tuntutan AGM, JPU KPK selanjutnya membacakan tuntutan terdakwa Nur Afifah Balgis dengan pidana penjara 6 tahun 5 bulan serta dikenakan denda sebesar Rp 300 juta.

“Dengan subsider 6 bulan kurungan, dengan perintah supaya terdakwa Nur Afifah Balgis tetap ditahan,” tambahnya.

Setelah AGM dan Nur Afifah Balgis, JPU KPK selanjutnya membacakan tuntutan terdakwa Mulyadi dengan pidana 6 tahun penjara serta denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan badan.

Begitu pula dengan terdakwa Edi Hasmoro, yakni JPU KPK meminta agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Tak jauh berbeda dengan dua rekannya, Jusman pun dituntut dengan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan badan.

“Juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Mulyadi untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 410.500.00. Pun dengan terdakwa Edi Hasmoro untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 557.000.000. Terakhir pidana tambahan kepada terdakwa Jusman untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 53.000.000,” urai JPU KPK itu di dalam persidangan.

Sebagai informasi, kelima terdakwa itu diancam pidana dalam Pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (tim redaksi)

Related Articles

Back to top button